A. Latar Belakang
Pakistan
lahir pada 15 Agustus 1947 Masehi, bertepatan titimangsa 28 Ramadan 1369
Hijriah, dengan petumpahan darah yang massif.
Pada tahun
pertama, negara baru itu telah melepas sebelah tungkainya (Kashmir) dan lalu
kehilangan ayahnya (Presiden Mohammed Ali Jinnah). Kemudian, seperti lembaran
keyakinan keagamaannya yang lebih kasar dan lebih kejam, Israel, Pakistan
memutuskan untuk menerima tawaran susunan permanen," ujar Tariq Ali dalam
The Clash of Fundamentalisms: Crusades, Jihads, and Modernity. Menurutnya,
Pakistan menganggap bahwa satu-satunya jalan untuk bertahan hidup adalah
menjadi pasien Perang Dingin di bawah supervisi permanen imprealisme Barat.
Saat Inggris menghilang, Amerika Serikat yang memikul tanggung jawab untuk
Pakistan (Ali, 2003: 183).
Dunia
kemudian menyaksikan tiga kali perang antara India yang mayoritas beragama
Hindu, dan Pakistan yang Muslim selama lima puluh tahun terakhir. Perang
semacam itu berikutnya bahkan dapat menyulut perang nuklir. Konflik Kashmir
telah lama merupakan benih utama pertikaian, sebuah perang yang melibatkan
India dan Pakistan, karena kelompok-kelompok pembebasan Muslim Kashmir
melakukan perang gerilya melawan penguasa India yang dianggap menjajah.
Sejak rombongan pelaut Portugis pimpinan Vasco da Gama mencapai India pada tahun 1499, bangsa Eropa berlomba-lomba melakukan pelayaran ke India demi mengamankan hak dagang di kawasan tersebut. Dalam perkembangannya, Inggris lewat perantaraan serikat dagang East India Company (EIC; Perusahaan Hindia Timur) menjadi negara Eropa yang paling berhasil mendominasi aktivitas dagang di India.
Peranan Inggris
Dengan
berangsur-angsur runtuhnya Kerajaan Mughal tatkala menghadapi imprealisme
Inggris yang menggerogotinya, sistem Mughal mulai kehilangan dayanya, dan
dengan itu tibalah pula kemerosotan status Islam. Orang-orang Inggris pun
menelatah tingkat perlawanan yang lebih besar terhadap kekuasaannya dari orang
Muslim tinimbang Hindu. Oleh sebab itu, Inggris mulai lebih menyukai orang
Hindu dan memasukkan mereka ke dalam sistemnya, orang Hindu dirasanya lebih
“dapat diandalkan" atau “lebih fleksibel".
Menurut
Iftikhar H. Malik dalam The History of Pakistan (2008), Muslim memang sangat
aktif dalam banyak perlawanan terhadap British Raj (Inggris), termasuk pera
utama mereka dalam Pemberontakan Besar India 1857. Ketika itu, tentara Muslim
India yang bekerja untuk Inggris memberontak karena rumor, bahwa lemak babi
digunakan dalam pembuatan wadah peluru senapan mereka.
Namun, orang-orang Hindu, pada akhirnya, mempertunjukan kekuatan perlawanan yang sama. Ketidakpuasan politik dan sosial di India zaman Inggris cukup parah untuk membuat sebuah percikan kecil seperti insiden ini menjadi pemberontakan nasional. Orang-orang Muslim dan Hindu umumnya bersatu dalam melawan pemerintahan dan kekuasaan Inggris, meskipun pendekatan-pendekatan taktis mereka terhadap soal ini sering kali berbeda jalan (Malik, 2008: 92).
James
Wynbrandt dalam bukunya, A Brief History of Pakistan (2009), meneroka bahwa
ketika kekuasaan Mughal yang sangat besar itu lama-kelamaan runtuh atau
ditaklukan Inggris, Muslim segera menemukan diri mereka menjadi minoritas tanpa
kekuasaan dalam sistem India dan sangat dicurigai oleh Inggris. Sejumlah orang
Inggris berspekulasi apakah Muslim itu memang “secara alamiah suka memberontak
terhadap kekuatan asing".
Tatkala
kemerdekaan India dari kekuasaan Inggris semakin mendekat pasca perang Dunia
II, Muslim terutama mencemaskan perlindungan hak-hak mereka sebagai minoritas
dalam India yang merdeka; mereka khawatir bahwa dalam tatanan yang benar-benar
demokratis, mereka akan menjadi minoritas yang secara permanen akan kalah
suara.
Sebagai akibatnya, Muslim memilih semacam
sistem konfederasi sehingga mereka tidak akan senantiasa berada dalam status
minoritas permanen (ini dilema klasik dalam semua sistem demokrasi yang di
dalamnya minoritas-minoritas jarang dapat mengubah sistem melalui kotak
suara!). Apalagi Muslim di India tidak homogen, tetapi terbagi-bagi menurut
perbedaan kelas, wilayah, dan bahkan bahasa (Wynbrandt, 2009: 140).
KONGRES
VERSUS LIGA MUSLIM
Wacana
mengenai konsep negara khusus Muslim India pertama kali dikeluarkan oleh
Muhammad Iqbal dalam rapat di Allahabad pada tahun 1930. Menurut Iqbal,
daerah-daerah berpenduduk mayoritas Muslim seperti Sindh, Balochistan, Punjab,
Kashmir, & Provinsi Perbatasan Barat Laut sebaiknya menjadi negara-negara
tersendiri. Kemudian pada tahun 1933, tokoh Liga Muslim yang bernama Chaudhry
Rehmat Ali mencetuskan nama "Pakistan" untuk menyebut kawasan-kawasan
tadi.
Tahun 1937,
koloni India menggelar pemilu daerah. Dalam pemilu tersebut, Kongres berhasil
keluar sebagai pemenang di 6 daerah berbeda. Kongres kemudian mendirikan
pemerintahan baru di daerah-daerah tadi tanpa melibatkan perwakilan dari Liga
Muslim. Keputusan Kongres tersebut jelas menuai rasa tidak suka dari Liga
Muslim, sehingga wacana supaya penduduk Muslim India sebaiknya memiliki
negaranya sendiri menjadi semakin menguat. Muhammad Ali Jinnah menjadi tokoh
Liga Muslim yang paling gigih mendukung wacana ini.
DIMULAINYA
PEMISAHAN INDIA
Untuk
mengatasi masalah sengketa kemerdekaan India yang kian berlarut-larut, pada
bulan Februari 1947 Louis Mountbatten ditunjuk menjadi gubernur jenderal baru
wilayah India. Setelah bertemu dengan tokoh-tokoh Kongres & Liga Muslim,
Mountbatten menyimpulkan kalau India bakal dimerdekakan sebagai 2 negara
berbeda : negara Pakistan di sebelah barat & timur, serta negara India di
tengah-tengahnya.
Mountbatten
merasa yakin kalau Kongres bakal menerima opsi ini karena sebagai akibat dari
maraknya kerusuhan berbau agama yang terjadi di India, India kini sudah
terlanjur berada dalam kondisi terpecah & tidak mungkin lagi merdeka
sebagai 1 negara. Satu masalah sudah berhasil diatasi, sekarang hal berikutnya
yang harus dilakukan oleh Mountbatten adalah menentukan wilayah mana saja yang
nantinya bakal menjadi bagian dari negara India & Pakistan.
Provinsi lain yang dipecah oleh Inggris menjelang kemerdekaan India adalah Benggala / Bengal yang lokasinya berada jauh di sebelah timur. Kendati lokasinya terpisah dari wilayah Pakistan, wilayah Benggala tetap dianggap sebagai bagian dari wilayah Pakistan karena baik Pakistan maupun Benggala sama-sama berpenduduk mayoritas Muslim. Sementara wilayah Benggala bagian barat yang banyak dihuni oleh penganut Hindu dimasukkan ke dalam wilayah India. Saat Pakistan akhirnya benar-benar merdeka, wilayah Benggala yang termasuk dalam wilayah Pakistan kelak dikenal juga sebagai "Pakistan Timur".
A. Kesimpulan
Kerusuhan yang terjadi pasca kemerdekaan India &
Pakistan menjadi penyebab utama kenapa India & Pakistan memiliki hubungan
yang kurang baik hingga sekarang. Kedua negara juga masih terlibat dalam
sengketa wilayah Kashmir. Sebagai akibatnya, India & Pakistan pun dalam
sejarahnya sudah beberapa kali terlibat perang. Kedua negara sekarang bahkan
sama-sama melengkapi dirinya dengan senjata nuklir supaya tidak merasa inferior
dari negara tetangganya.
Sejak tahun 1971, wilayah Pakistan mengalami
penyusutan menyusul timbulnya pemberontakan di Pakistan Timur karena penduduk
setempat tidak mau lagi berada di bawah kendali pemerintah pusat Pakistan.
India yang melihat hal tersebut lantas memutuskan untuk ikut campur dengan cara
menyatakan perang kepada Pakistan & membantu kelompok pejuang kemerdekaan
Pakistan Timur. Seusai perang, wilayah Pakistan Timur berubah menjadi negara
merdeka dengan nama Bangladesh.
REFERENSI
Al Jazeera - Nuclear nighbours : The India-Pakistan
arms race
BBC News - Hyderabad 1948 : India's hidden massacre
BBC News - Kashmir : Why India and Pakistan fight over
it