Selamat Datang di Galeri Materi

Berpacu mencari ilmu.

Gudang Materi Belajar

Menyajikan Berbagai Media dan Materi Pembelajaran.

Semua Pasti Ada

Jelajahi dunia dengan materi pembelajaran

Tampilkan postingan dengan label KUANSING VR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KUANSING VR. Tampilkan semua postingan

Masjid Jami’ Koto Pangean

 

Klik foto untuk Virtual Tour

Masjid Jami’ Pangean merupakan salah satu masjid kuna di Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi. Keberadaannya menjadi pertanda sampainya syiar Islam ke daerah ini. Masjid Jami’ Pangean didirikan pada sekitar tahun 1932 berdasarkan pada inskripsi atap masjid. Masjid Jami’ Pangean merupakan masjid Jami’ 4 suku yang ada di daerah Pangean yaitu Suku Melayu, Mandihiliang, Paliang, dan Camin.

Masjid ini merupakan masjid ketiga yang dibangun. Masjid pertama dibangun pada abad ke-17 atas prakarsa Datuk Keramat Laik, masjid ini terbuat dari kayu beratap ijuk. Pada tahun 1888 atap masjid ini terbakar kemudian dibangun masjid kedua yang terbuat dari kayu. Masjid yang kedua ini  kemudian rusak  sehingga dibangun masjid ketiga. Masjid pertama dan kedua didirikan disebelah sisi utara dari masjid yang ketiga sekrang. Masjid ketiga ini terbuat dari kayu yang didirikan pada tahun 1932.[1] Sebagaimana masjid-masjid yang lain, Masjid Jami’ Pangean difungsikan sebagai masjid jami’ yang digunakan untuk shalat lima waktu dan shalat jumat, serta shalat hari raya jika diperlukan.  Masjid ketiga ini pun telah mengalami kerusakan  sehingga pada tahun 1998 Masjid Jami’ Pangean yang terbuat dari kayu direhabilitasi menjadi bangunan bata.

Masjid Jami’ Pangean berukuran 13,5 m x 16 m atau luasnya adalah 216 m². Pada awalnya masjid ini merupakan bangunan kayu dengan bentuk panggung. Pada tahun 1998 dilakukan pemugaran oleh masyarakat setempat menjadi bangunan tembok yang terbuat dari bata berspesi semen. Dari facadenya bangunan ini terlihat telah mengalami pemugaran, terlihat dari pemberian warna cat, penambahan keramik pada dinding dan lantai. Pondasi bangunan masjid telah mengalami perubahan, pada awalnya berbentuk panggung yang terbuat dari kayu menjadi pondasi yang terbuat dari coran batu kerikil. Bangunan masjid ini terdiri dari satu lantai. Lantai juga telah berubah dari papan kayu menjadi lantai keramik berwarna putih berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 30 x 30 cm.

Atap masjid berbentuk atap limas tumpang tiga, antara atap kedua dan ketiga paling atas diberi ruang untuk penempatan pengeras suara, dengan penutup atap terbuat dari genteng berwarna hijau. Plafon terbuat dari susunan papan kayu yang di beri cat warna putih.  Masjid Jami’ Pangean tidak memiliki pagar keliling, pada sisi selatan terdapat pagar yang terbuat dari kayu sebagai pembatas dengan balai adat (balairung).

Halaman depan berdenah persegi panjang, sepanjang halaman telah ditutup dengan lempengan balok-balok yang terbuat dari coran beton berwarna abu-abu. Masjid ini telah mengalami penambahan bangunan, yaitu di bagian sisi timur laut terdapat ruangan tempat berwudhu. Selain tempat berwudhu, di sisi kiri ruang wudhu terdapat tempat parkir.

Bangunan Masjid Jami’ Pangean ini bergaya arsitektur tradisional. Terlihat dari bentuk atapnya berbentuk limasan tumpang 3. Untuk penggambaran deskripsi bangunan masjid dibagi dalam empat bagian pendeskripsian, yaitu bagian ruang utama, mihrab, serambi, bangunan pendukung, dan bangunan penyerta. Denah ruangan utama berbentuk empat persegi. Lantai pada ruangan utama terbuat dari keramik putih berukuran 30 x 30 cm. Dindingnya berupa dinding bata berlepa yang telah dilapisi oleh keramik biru berukuran 10 cm x 20 cm. Ketebalan dinding sekitar 15 cm. Plafonnya terbuat dari papan kayu berwarna putih.

Ruang utama masjid ini mempergunakan tiang penyangga berjumlah 5 buah, terdiri dari 1 buah tiang utama (tiang macu) terbuat dari kayu ulin dan 4 buah tiang pendamping yang berada di sisi tiang utama terbuat dari kayu resak. Tiang-tiang penyangga tersebut berbentuk oktagonal (segi delapan). Keempat tiang tersebut melambangkan 4 suku yang ada di daerah Pangean, yaitu Suku Mandihiliang, Suku Melayu, Suku Camin, dan Suku Piliang.

Jumlah jendela sebanyak 17 (tujuh belas) buah, yang terdapat pada dinding ruangan utama sisi utara dan selatan masing-masing 5 (lima) buah, sisi barat di sebelah kanan-kiri bagian mihrab masing-masing 2 (dua) buah, dan sisi timur berjumlah 3 (tiga) buah . Ukuran jendela ada dua, yaitu 140 cm x 120 cm dan 125 cm x 118 cm. Pada sisi timur ruang utama terdapat ruang tambahan yang dibatasi oleh 2 buah tiang berbentuk balok yang dilapisi keramik putih. Pada ruang tambahan ini terdapat 3 buah pintu masuk yang berada di sisi timur, selatan, dan utara. Jendela di ruangan ini berjumlah 6 buah dengan konsen jendela terbuat dari kayu. Daun jendela terbuat dari kaca berangka kayu. Lantai di ruang pendopo terbuat dari keramik putih berukuran 30 cm x 30 cm dan lebih tinggi dari ruang utama sekitar 5 cm.

Pintu masuk ke ruang utama terletak di sisi timur, utara, dan selatan masing-masing 1 buah. Pintu di sisi utara berukuran 120 cm x 185 cm, pintu di selatan berukuran 125 x 184 cm, dan pintu di sisi  dengan daun pintu berjumlah dua buah, yang masing-masing daun pintu terdiri dua buah pintu kayu berpanil. Bagian mihrab berukuran 420 x 380 cm dengan atap berbentuk limasan tumpang 2 dan penutup atap terbuat dari genteng berwarna hijau. Pada dinding mihrab terdapat 6 buah jendela, yaitu pada sisi barat, utara, dan selatan masing-masing terdapat 2 (dua) buah jendela. Mimbar yang terdapat di bagian mihrab merupakan mimbar yang masih asli terbuat dari kayu, berukuran panjang 271 cm, lebar 112 cm, dan tinggi 222 cm. Seluruh mimbar ini dipahat dengan hiasan yang cukup raya bermotif suluran dan bunga-bungaan.

Masjid Jami’ Pangean dikelilingi oleh serambi di sisi utara, selatan, timur, dan barat. Sekeliling serambi diberi pagar yang terbuat dari besi dan tiang balok dilapisi keramik berwarna merah. Pintu masuk ke bagian serambi ini berada di sisi timur dan utara.

Bangunan pendukung masjid berupa bangunan tempat berwudhu, selain itu di sisi timur sedang dilakukan pembangunan sebuah gedung baru yang digunakan sebagi tempat menikah. Bangunan masjid ini tidak dilengkapi kamar mandi. Bangunan penyerta di Masjid Jami’ Pangean adalah bangunan lain yang ada di halaman masjid yaitu makam. Kompleks makam ini berada di sisi utara. Kompleks makam diberi pagar kayu pada sisi barat.

Struktur kaki dalam bangunan ini adalah pondasi. Pondasi Masjid Jami’ Pangean terbuat coran semen dan kerikil. Struktur pondasi ini telah mengalami perubahan, karena pada awalnya bangunan ini merupakan bangunan kayu dengan kontruksi panggung. Bagian struktur dinding terdiri dari dinding dan tiang. Struktur dinding terbuat dari bata berlepa dengan spesi semen, dinding ini juga diberi lapisan keramik. Bagian struktur tiang terbuat dari kayu berbentuk oktagonal.

Bagian struktur rangka atap terdiri dari rangka atap dan langit-langit/Plafon. Rangka atap berbentuk gording. Bagian langit-langit terbuat potongan-potongan papan kayu yang disusun secara linier dan diberi cat warna putih. Atap masjid berbentuk tumpang tiga, pembatas antara tumpang terbuat dari papan kayu dengan pengerjaan di bagian tengahnya diberi lubang. Pembatas ini juga berfungsi sebagai lubang ventilasi.


Sumber :

Heri Indra Putra. Adal Mula Nama Pangean dan Silat Pangean. http://www. Pekannaruriau.com/2010/08asal-mula-nama-pangean-dan-silat.html; 


Laporan Fedli Azis, Teluk Kuantan: Ekspedisi Kebudayaan Sungai Inderagiri/Kuantan. 


Persombahan Betogak Penghulu di Rantau Kuantan. http://www.riaupis.com; 


Draft Naskah Rekomendasi Penetapan Cagar Budaya. Bidang sejarah, Cagar Budaya dan Permuseuman. Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. 2017.


https://referensi.data.kemdikbud.go.id/budayakita/cagarbudaya/

Tank Baja Agresi Militer Belanda

Tank Ini adalah peninggalan masa Perang Dunia Ke II. Berdasarkan bentuk dan jenisnya diperkirakan tank merupakan varian ringan yang didatangkan pada masa Agresi Militer Belanda I dan II pada periode tahun 1947-1949. Pada bagian dinding dalam tank (sisi depan) terdapat tuliskan/cetakan yang tergores pada dinding “1938” yang diperkirakan pertanggalan dari pembuatan tank. 

Tank ini berada di Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi. Keberadaan tank ini mengindikasikan bahwa Agresi Belanda sampai ke daerah Kuantan Singingi. Sebagai bentuk perlawanan terhadap agresi ini, masyarakat membakar tank tersebut. Kondisi tank pada saat ini sangat memprihatikan, beberapa bagian tank sudah tidak lengkap/utuh akibat vandalism dan berkarat.

Tank berada di pinggir Jalan Raya Lintas Pekanbaru – Taluk Kuantan perbatasan Kecamatan Cerenti dan Kecamatan Inuman. Tank ini terbuat dari logam baja. 

Kondisi tank saat ini sudah tidak utuh lagi akibat pembakaran, yang tersisa hanya bagian badan. Ukuran tank ini tidak terlalu besar, kemungkinan tank ini hanya memuat 3 orang saja (komandan tank, driver dan gunner). Bagian penutup tank sudah tidak ada lagi. Ukuran Tank Baja P 3,65 m L 1,5 m T 1,75 m.


Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/tank-baja-kuantan-singingi/

Makam Datuk Keramat Syech Al-Azhar

Tekan gambar untuk memulai VR

Makam ini merupakan makam seorang ulama besar bernama Ashar. Beliau adalah sorang tokoh ulama penyebar Islam abad ke-19 (tahun 1800-an) di Teluk Kuantan. Menurut masyarakat setempat, KH Ashar berasal dari Ulakan Padang Pariaman dan berhubungan erat dengan Syeikh Burhanuddin. Sampai saat ini makam ini sering diziarahi oleh masyarakat dari Ulakan Padang Pariaman.

Makam keramat Ashar berada di tepi jalan raya utama. Makam ini terletak di persimpangan Jalan Sudirman. Makam keramat Ashar merupakan makam tunggal yang telah diberi cungkup. Cungkup makam juga berfungsi sebagai tempat para peziarah. Sekeliling lantai cungkup makam telah diberi keramik. 

Jirat makam telah diberi keramik dan diberi kelambu berwarna hijau yang menutupi sekeliling jirat makam. Nisan makam terbuat dari batu tanpa pengerjaan. Bentuk nisannya hampir sama dengan nisan-nisan yang ada di kompleks makam Syech Burhanuddin Ulakan Padang Pariaman. 


Di dalam jirat juga terdapat kemo. Sementara di sekeliling makam telah diberi pagar besi dan dibuat taman. Dari segi arsitektur, makam ini telah mengalami perubahan dan tidak memperlihatkan nilai arkeologisnya lagi.


Sumber : 

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/makam-keramat-ashar/

Rumah Godang Datuk Sanguik

Klik foto untuk memulai VR
Bangunan Rumah Gadang Datuk Sanguik, salah satu dari 7 rumah gadang suku piliang di Jalan Soham Gunung Toar. Dibangun sekitar 1929-an, rumah gadang minangkabau khas rantau kuantan. Rumah Gadang Datuk Datuk Sanguik merupakan salah satu dari tujuh buah Rumah Gadang Suku Piliang yang ada di jalan H. Soham Dusun Dua Desa Toar. Sama halnya dengan rumah Gadang Datuk Juanso, Rumah Gadang ini dipergunakan sebagai tempat berkumpulnya Suku Piliang keturunan Datuk Sanguik. Rumah ini dibangun sekitar tahun 1920-an.

Rumah Gadang Datuk Sanguik terletak di sisi timur (di belakang) Rumah Gadang Datuk Juanso. Rumah Gadang Datuk Sanguik menghadap ke arah timur yaitu ke arah sungai Kuantan. Antara Rumah Gadang Datuk juanso dan Rumah Gadang Datuk Sanguik dipisahkan oleh rumah kecil (rumah keluarga) yang berfungsi sebagai rumah singgah sementara (rumah transit) sebelum menempati rumah Gadang. Sebagai rumah tradisional Minangkabau khas rantau Kuantan, arsitektur rumah ini memiliki cirri khas tersendiri. Atap tumpang dua dengan model kajang padati. Sebagai rumah Panggung, pintu masuk rumah berada di sisi timur. 

Bangunan utama rumah ini mempunyai denah persegi panjang dan disangga oleh 20 buah tiang kayu. Jumlah 20 buah ini melambangkan adanya undang-undang adat yang ada di Kampung Toar sebanyak 20 buah yang harus ditaati. Secara keseluruhan bentuk rumah ini hampir sama dengan rumah Gadang Datuk Juanso. Pada ruang utama terdapat pembatas bangunan yang berfungsi untuk membedakan antara ruang laki-laki dan ruang perempuan. Sementara itu, pada bagian panil bangunan terdapat ragam hias flora dan sulur-suluran berbentuk Aka Cino Tangah Duo Gagang. 

Rangkiang terdapat di sisi selatan yang berjumlah tiga buah. Rangkiang ini juga menjadi pembatas antara Rumah Gadang Datuk Sanguik dengan Rumah Gadang Datuk Sinaro Garang. Kondisi ketiga rangkiang ini juga sudah rusak berat dan sebagian dindingnya telah hancur.

Sumber: 

Eka Asih Putrina Taim, SS, M.Si. Situs Padang Candi, Sebuah Situs masa Sriwijaya dan Prospeknya di masa datang. Puslitbang Arkenas. 2012.  

Hasmurdi Hasan. Ragam Rumah Adat Minangkabau : Falsafah, Pembangunan, dan Kegunaan. Jakarta : Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, 2004

Zuprianto. Mengintip Koto Sentajo, Gudangnya Tradisi Asli Kuansing. http://riaubisnis.com/index.php/industry-news/pariwisata-industry/5026-koto-sentajo-gudangnya-tradisiasli-kuansing.

Rumah Godang Datuk Juanso

Klik foto untuk menampilkan VR

Rumah Gadang Datuk Juanso merupakan salah satu dari tujuh buah rumah gadang suku piliang yang ada di jalan H. Soham Dusun Dua Desa Toar. Rumah gadang ini dipergunakan sebagai tempat berkumpulnya Suku Piliang keturunan Datuk Juanso. Rumah ini dibangun sekitar tahun 1920-an.
Rumah Gadang Datuk Juanso merupa-kan rumah tradisional berarsitektur rumah gadang rantau. Hal ini terlihat dari atap tumpang dua yang berbentuk kajang padati. Sebagai rumah pang-gung, pintu masuk berada di sisi timur dengan tangga berada di pangkal. Denah bangunan utama persegi pan-jang dengan disangga oleh 20 buah tiang kayu. Jumlah tiang ini melam-bangkan 20 buah undang-undang yang ada di daerah Toar yang harus ditaati. 
Pada ruang utama terdapat pembatas bangunan yang berfungsi sebagai pem-batas antara ruang laki-laki dan perempuan. Sebagai Rumah Gadang Koto Piliang, rumah gadang Datuk Juanso lantainya bertingkat dua seba-gai tempat tempat duduk penghulu dan masyarakat biasa.

Salah satu keunikan rumah gadang ini, pada bagian dinding luar kaya akan lukisan ragam hias berbentuk wajik (geo-metris), selain ragam hias lukisan juga terdapat ragam hias yang terbuat dari tempelan cermin-cermin kecil ber-bentuk lingkaran yang bagian dalam-nya dilapisi lempengan putih ber-tuliskan bahasa Belanda dengan gambar mahkota. Rangkiang Rumah Gadang Datuk Juanso telah dirobohkan dan diganti dengan sumur dan tempat penampungan air. Rumah Gadang ini kondisinya masih sangat terawat, karena sampai sekarang masih dihuni oleh keturunan Datuk Juanso.

Sumber :

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar

Rumah Godang Datuk Sinaro Garang

Klik Gambar Untuk VR

Bangunan Rumah Gadang Datuk Sinaro Garang, tempat berkumpulnya suku piliang keturunan Datuk Sinaro Garang, rumah tradisional minangkabau. Rumah Gadang Datuk Sinaro Garang merupakan salah satu dari tujuh buah rumah gadang suku piliang yang ada di jalan H. Soham Dusun Dua Desa Toar. Rumah gadang ini dipergunakan sebagai tempat berkumpulnya Suku Piliang keturunan Datuk Sinaro Garang.

Rumah ini dibangun sekitar tahun 1920-an Rumah Gadang Datuk Sinaro Garang terletak di sisi selatan (di samping) Rumah Gadang Datuk Juanso dan Rumah Gadang Datuk Sanguik. Rumah Gadang Datuk Sinaro Garang meng-hadap ke arah utara.

Antara Rumah Gadang Datuk Sanguik dan Rumah Gadang Datuk Sinaro Garang dipisah-kan oleh tiga buah rangkiang. Sebagai rumah tradisional Minangkabau khas Rantau Kuantan, rumah gadang ini mempunyai ciri khas arsitektur dengan atap tumpang dua dan berbentuk kajang padati. Secara keseluruhan bentuk rumah ini hampir sama dengan rumah Gadang Datuk Juanso dan Rumah Gadang Datuk Sanguik. 

Bangunan utama rumah ini mempunyai denah persegi panjang dan disangga oleh 20 buah tiang kayu. Jumlah 20 buah ini melambangkan adanya undang-undang adat yang ada di Kampung Toar sebanyak 20 buah yang harus ditaati. Pada ruang utama terdapat pembatas bangunan yang berfungsi untuk membedakan antara ruang laki-laki dan ruang perempuan.

Sementara itu, pada bagian panil bangunan terdapat ragam hias flora dan sulur-suluran berbentuk Aka Cino Tangah Duo Gagang. Sebagai rumah panggung, pintu masuk berada di sisi utara dengan tangga di pangkal ruang utama rumah ini.

Rumah Gadang Datuk Sinaro Garang kondisinya kurang terawat meskipun sampai saat ini masih dihuni.


Sumber: 

Eka Asih Putrina Taim, SS, M.Si. Situs Padang Candi, Sebuah Situs masa Sriwijaya dan Prospeknya di masa datang. Puslitbang Arkenas. 2012. 

Hasmurdi Hasan. Ragam Rumah Adat Minangkabau : Falsafah, Pembangunan, dan Kegunaan. Jakarta : Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, 2004 

Zuprianto. Mengintip Koto Sentajo, Gudangnya Tradisi Asli Kuansing. http://riaubisnis.com/index.php/industry-news/pariwisata-industry/5026-koto-sentajo-gudangnya-tradisiasli-kuansing.

Rumah Olaysyah

Tekan Foto Utuk Memulai VR

Secara umum rumah ini merupakan rumah hunian yang ditempati oleh keluarga Olaysyah (Malayasni). Rumah ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1930-an. Deskripsi Arkeologis Rumah Olaysyah Koto Sentajo tepat berada di belakang Rumah Chaniago Panghulu Rajo Pucuk.

Rumah Olaysyah merupakan rumah tempat hunian masyarakat biasa yang berarsitektur tradisional Minangkabau daerah Rantau. Rumah ini menghadap ke arah selatan yaitu ke arah sungai Rutopang dan tidak diberi cat jadi masih merupakan warna asli kayu. Bangunan berupa rumah panggung besar setinggi 135 cm yang berkonstruksi kayu. Rumah godang biasa digunakan sebagai tempat berkumpul suku/kaum. biasanya di hari ke-2 idul fitri.

Atap rumah berbentuk Kajang Padati yang terbuat dari seng. Bangunan ini terdiri dari 5 ruangan, yaitu di bagian depan barando (sisi timur) dengan tangga masuk berada di sisi selatan, dibagian dalam terdiri dari ruang tamu dan ruang tengah (sisi barat) yang dipisahkan oleh dinding kayu yang dipasang secara vertikal, sebuah kamar tidur (sisi barat), dan ruang dapur (sisi utara) berada di bagian belakang. Tinggi lantai sebagian ruang berbeda. Lantai ruang dalam lebih tinggi 30 cm dari ruang barando, sementara tinggi lantai ruang tamu dan ruang tengah lebih tinggi 20 cm dari lantai yang berada disis timur yang langsung menuju ruang dapur. 

Bagian depan Barando diberi dinding setinggi ± 50 cm berupa pagar yang dibuat dari tralis papan, ukuran barando 2 m x 2,55 m. Tangga masuk berada di sisi kanan barando (sisi timur). Pintu masuk berada di sisi selatan berukuran 173 cm x 76 cm. Sementara jendela berjumlah 6 buah yaitu, 3 buah di sisi selatan (bagian depan), 1 buah berada di sisi barat, dan 2 buah berada di bagian belakang, yaitu ruang dapur (sisi utara). 

Dinding rumah terbuat dari papan yang dipasang vertikal. Jendela di bagian depan ukurannya sampai ke arah lantai yang diberi penutup (pagar) dari papan kayu setinggi 50 cm. Pada dinding sisi selatan (depan) bagian tengah terdapat tedapat hiasan berupa terawangan berbentuk sulur-suluran. 

Sumber : 

Eka Asih Putrina Taim, SS, M.Si. Situs Padang Candi, Sebuah Situs masa Sriwijaya dan Prospeknya di masa datang. Puslitbang Arkenas. 2012. 

Heri Indra Putra , SE. Asal Mula Nama Pangean dan Silat Pangean. http://www.pekanbaruriau.com/2010/08/asal-mula-nama-pangean-dan-silat.html 

Hasmurdi Hasan. Ragam Rumah Adat Minangkabau : Falsafah, Pembangunan, dan Kegunaan. Jakarta : Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, 2004 

Zuprianto. Mengintip Koto Sentajo, Gudangnya Tradisi Asli Kuansing. http://riaubisnis.com/index.php/industry-news/pariwisata-industry/5026-koto-sentajo-gudangnya-tradisiasli-kuansing. Diposting 30 Mei 2012

Istana Koto Rajo

Tekan Foto Untuk Menampilkan VR

Istana koto rajo merupakan sebuah bangunan yang di bangun oleh raja kenegerian koto rajo yang berasal dari kerajaan pagaruyung. Pada zaman dahulu digunakan sebagai tempat tinggal raja beserta keturunannya. Sudah mengalami perubahan elemen dasar namun tidak merubah bentuk dasar.

Istana Rajo KotoRajo ini terletak di Kecamatan Kuantan Hilir Kabupaten Kuantan Singingi. Istana ini telah mengalami renovasi tetapi kekhasannya masih tetap terjaga sampai sekarang.
Asal usul kerajaan koto rajo
• Akibat kekacauan dari perang padri pada pertengahan abad ke 19 di Pagaruyung membuat anggota keluarga kerajaan pergi mengungsi dan mencari tempat tinggal lain. 
• Keturunan dari Kerajaan Pagaruyung ada yang pergi melewati Sungai Kuantan, lalu menepi di desa Lumbok (Kuantan Hilir Seberang) 
• Dengan kedatangan dari keluarga kerajaan Pagaruyung tersebut, lalu mereka dibawa kerumah salah satu masyarakat dari suku Tiga Kampung. Lalu mereka memutuskan untuk tinggal disana dan mendirikan kerajaan Koto Rajo. 
Wilayah Kerajaan:
• Desa Lumbok
• Desa Danau
• Desa Koto Rajo
• Desa Tanjung
• Desa Pengalihan
• Desa Tanjung pisang
• Desa Teratak Jering
Daftar Raja dari Kerajaan Koto Rajo:
• Yang dipertuan Putih (x-1845) 
• Yang dipertuan Sati atau Pandak (1845-1876) 
• Yang dipertuan Abdullah bergelar Tuan Putih (1876-1901) 
• Yang dipertuan Putih bernama Raja Hasan (1901-1907) 
• Raja begab yang bergelar Tuanku Sutan (1907-1932) 
• Raja Ismail (1932-1945) 
Arsitektur rumah Bagonjong Minangkabau yang terdapat pada istana Koto Rajo terinspirasi dari istana Baso Pagaruyung. Hal ini dikarenakan keturunan kerajaan Pagaruyung yang berkuasa di wilayah Tersebut. 
Hal lain yang perlu diketahui adalah Istana Koto Rajo yang terletak di desa Koto Rajo yang sekarang sebenarnya bukanlah merupakan rumah tempat tinggal Raja, melainkan sebagai bekas kantor pemerintahan kerajaan Koto Rajo. Rumah Raja yang asli dulunya terletak di Desa Lumbok. 
Istana Koto Rajo yang sekarang di bangun pada tanggal 19 April tahun 1939 pada masa pemerintahan raja Ismail. Istana tersebut sudah beberapa kali melakukan perbaikan. 


Sumber: 
Buku Sejarah Riau (1977) 
Medelingan Betreffende de Kwantan Districten (1910) 
Dwars doors van Sumatra (1895) 
Wawancara riaumandiri.id bersama Raja Tubis, keturunan raja Koto Rajo (2019)

Rumah Godang Suku Chaniago Sentajo

 

Klik foto untuk VR

Kenagarian Sentajo merupakan salah satu Desa Wisata yang saat ini masuk dalam 50 besar desa wisata nasional oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Saat ini Kenagarian Sentajo Kuansing Riau ini juga masih ketahap seleksi selanjutnya menjadi 20 besar Desa wisata nasional.

Warga Riau, khususnya warga Kuansing patut bangga dengan masih adanya desa yang begitu terjaga adat istiadatnya ini. Rumah adat Kuantan Singingi di Kenagarian Sentajo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Rumah Godang Sentajo ini usianya sudah ratusan tahun. Meski demikian, Rumah Godang Sentajo yang ada di Kenagarian Sentajo ini masih terjaga dan kokoh berdiri.

Rumah Godang Sentajo di Kuansing ini juga menjadi tempat pelaksanaan ritual adat istiadat, misalnya pelaksanaan musyawarah persukuan antara ninik mamak dan anggota suku, upacara pemberian gelar penghulu, pemberian gelar monti, pemberian gelar dubalang, serta pemberan gelar datuk bagi anggota suku yang memegang pimpinan adat.






Sumber :
Eka Asih Putrina Taim, SS, M.Si. Situs Padang Candi, Sebuah Situs masa Sriwijaya dan Prospeknya di masa datang. Puslitbang Arkenas. 2012.

 Hasmurdi Hasan. Ragam Rumah Adat Minangkabau : Falsafah, Pembangunan, dan Kegunaan. Jakarta : Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, 2004 

Zuprianto. Mengintip Koto Sentajo, Gudangnya Tradisi Asli Kuansing. http://riaubisnis.com/index.php/industry-news/pariwisata-industry/5026-koto-sentajo-gudangnya-tradisiasli-kuansing

https://referensi.data.kemdikbud.go.id/budayakita/cagarbudaya